Total Tayangan Halaman

Sabtu, 28 September 2013

PEMINGSANAN IKAN MAS

PEMINGSANAN IKAN MAS Cyprinus carpio
                Pemingsanan ikan merupakan suatu tindakan yang membuat kondisi tubuh ikan kehilangan kemampuan untuk merasa atau biasanya disebut dengan insensibility. Dalam proses ini, ikan tidak mati, namun aktifitas respirasi dan metabolisme ikan dibuat pada tingkat yang paling rendah karena ikan tidak diletakkan di dalam air, sehingga ikan memiliki daya hidup yang lebih tinggi. Ikan yang mengalami pemingsanan dimasukkan ke dalam wadah. Ikan dipingsankan dengan menggunakan senyawa-senyawa kimia, alami, suhu dingin dan arus listrik. Pemingsanan ikan ini dapat menurunkan laju O2, tingkat laju ekskresi CO2, amoniak dan hasil ekskresi lainnya.
Pemingsanan ikan untuk menekan metabolisme dan aktivitas ikan dapat digunakan pemingsanan dengan menggunakan anestesi. Bahan anestesi tersebut dapat berupa bahan alami dan bahan kimia sintetik. Bahan anestesi alami yang biasa digunakan antara lain ekstrak bunga cengkeh dan ekstrak tembakau. Ekstrak tembakau mengandung nikotin yang merupakan salah satu zat aditif yang dikenal dan dapat menghambat susunan syaraf pusat yang mengganggu keseimbangan syaraf sehingga memungkinkan terjadinya pemingsanan. Sedangkan ekstrak bunga cengkeh menghasilkan bahan aktif dari berupa eugenol. Komponen fenolik yang dapat menghambat sintesis prostaglandin H dan menghasilkan pengaruh analgesic dari minyak cengkeh. Kelebihan dari ekstrak bunga cengkeh ini adalah sangat efektif dalam dosis rendah, harga terjangkau, mudah didapat dan mengurangi stress.
Secara umum pemingsanan pada suhu rendah dibagi menjadi 2 yaitu pemingsanan dengan penurunan suhu secara bertahap dan pemingsanan dengan suhu rendah secara langsung. Dalam pemingsanan, suhu ikan harus dipertahankan agar tetap rendah dalam waktu yang lama. Media bukan air yang suhunya rendah memberikan suasana lembab dan basah di daerah sekitar insang, sehingga titik air yang menempel pada insan menjadi media terjadi pertukaran gas secara difusi dengn lingkungan sekitar. Ikan dapat bertahan hidup jika media dapat mempertahankan suhu rendah. Untuk menjaga suhu agar tetap rendah dapat digunakan media busa. Selain itu pengaturan suhu kotak kemas juga harus tetap diperhatikan agar ikan tetap dalam keadaan pingsan (imotil).
Demikian juga dengan seorang pembudidaya ikan patin di koba yang mengalami kendala ketika pengiriman ikan patin yang seringkali dia lakukan. Setiap pengiriman ikan patin dari koba ke pangkalpinang yang menempuh waktu 1,5 – 2 jam, rata-rata dari 150 kg ikan patin yang dikirim mengalami kematian sebenyak 40-50 kg.  Hal ini menyebabkan turunnya harga pada ikan patin yang telah mati sesampai di tujuan.
Selain disebabkan perbedaan kualitas dan tingkat kesegaran, beberapa komoditi perikanan yang memiliki perbedaan harga antara kondisi mati dan kondisi hidup seperti ikan Nila, Gurame, Patin, Mas dan Kerapu, juga dikarenakan tingkat kesukaan konsumen. Agar ikan yang dibudidayakan pada suatu daerah dapat didistribusikan ke daerah lain dalam kondisi hidup, maka diperlukan perlakuan-perlakuan khusus agar kematian ikan yang terjadi selama pengiriman dapat diminimalkan.  Terdapat 2 cara transportasi ikan hidup yaitu dengan kondisi ikan sadar dan ikan pingsan. Untuk kondisi ikan sadar dapat menggunakan sistem terbuka dan tertutup. Sistem ini biasanya digunakan untuk pengangkutan melalui jalur darat dan jarak yang akan ditempuh relatif dekat. Wadah yang digunakan bervariasi, mulai dari yang sederhana atau bekas pengemasan bahan kimia, seperti ember, jeriken plastik, drum/tong plastik hingga yang didesain khusus untuk pengangkutan, seperti kemplung dan bak fiber glass. Pada sistem tertutup ke dalam wadah angkut dimasukkan oksigen murni dan tekanan udara lebih tinggi dibanding di luar wadah.
Sedangkan dengan metode pemingsanan, ikan dapat dipingsankan dengan menggunakan anastesi (obat bius) seperti MS222, minyak cengkeh, phenotyethanol dan dengan penggunaan suhu rendah. Anastesi diberikan sesuai dosis penggunaan dan suhu rendah yang disarankan untuk pemingsanan adalah 15 C. Untuk transportasinya dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu basah tertutup (menggunakan air dalam kantong tertutup disertai oksigen) dan sistem kering. pada sistem kering ini, ikan pingsan disusun dalam stereofoam yang dilapisi serbuk gergaji, kertas koran, pelepah pisang yang telah didinginkan hingga suhu 18C. Dengan sistem pemingsanan ini dapat dilakukan transportasi selama 6-8 jam. Sesampai dilokasi tujuan, ikan dimasukkan air baru dengan suhu normal dan aerasi kuat sehingga sadar kembali.
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi ikan hidup adalah :
  • Kualitas air selama pengiriman
Kesehatan ikan dipengaruhi oleh perubahan parameter kualitas air selama proses transportasi. Parameter yang harus dipertimbangkan adalah suhu, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida, amonia dan keseimbangan garam darah ikan. Tingkat perubahan setiap parameter dipengaruhi oleh berat dan ukuran ikan yang akan diangkut dan durasi transportasi.
  • Suhu
Ikan adalah hewan berdarah dingin, sehingga tingkat metabolisme ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Tingkat metabolisme ikan akan berlipat ganda untuk setiap kenaikan suhu 18°F (10°C) dan dikurangi setengahnya untuk setiap penurunan suhu 18°F (10°C). Tingkat metabolisme berkurang akan menurunkan konsumsi oksigen, produksi amonia dan produksi karbon dioksida. Oleh karena itu, sangat penting untuk transportasi ikan sebagai suhu rendah. Suhu 55 – 60° F ( 12-15°C) dianjurkan untuk transportasi ikan sub tropis. Sedangkan untuk ikan tropis  sebaiknya mendekati 15°C.
  • Kebutuhan Oksigen
Proses pertukaran gas pada ikan adalah pusat sistem pendukung metabolisme efektif pada ikan.  Karena ketika oksigen terlarut dalam air terbatas, ikan harus melewatkan air dalam volume besar melalui insang mereka dengan gerakan mulut dan operculum.  Sehingga oksigen dengan kelarutan rendah akibat kepadatan tinggi dapat memacu percepatan proses pernafasan ikan dan memicu terjadinya stress.
  •  Kadar CO2 sisa pernafasan
 CO2 dihasilkan ikan lebih banyak dari O2 yang diserap. Sementara karbon dioksida (CO2) yang lebih mudah larut dalam darah dan air, dihasilkan oleh pernafasan dan diangkut ke insang untuk dilarutkan kembali pada air degan cepat.
  • Peningkatan Amonia (NH3).
Selain CO2, respirasi ikan menghasilkan amonia (NH3, degradasi utama produk dari metabolisme protein) yang juga berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam air melalui insang maupun pembuangan kotoran.
  •  Penumpukan CO2 dan NH3
CO2 dan NH3 hasil ekskresi selama transportasi, dimungkinkan terjadi akumulasi dalam volume air yang tetap.  Penekanan jumlah NH3 dapat dilakukan dengan pemberokan ikan selama 48-72 jam sebelum transportasi. Sedangkan penekanan akumulasi CO2 dapat dilakukan dengan memberikan pasokan blower bertekanan rendah untuk mengikat CO2 ke dalam gelembung udara dan terbebaskan di udara. Kadar CO2 yang tinggi selama transportasi serta pembuangan CO2 secara cepat diakhir transportasi dapat menyebabkan stress pada ikan dan dapat berujung pada kematian.
Dengan pemahaman teknik transportasi ikan yang baik, maka tingkat kematian ikan selama transportasi ikan hidup dapat ditekan dan harga ikan hidup dapat optimal. Hal tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan bagi petani pembudidaya ikan. Budidaya ikan yang berkembang di pulau Bangka diharapkan dapat mengikis ketergantungan masyarakat terhadap penambangan timah demi masa depan yang lebih baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar