TRANSPORTASI
IKAN HIDUP
Oleh:
anggi k
Pengangkutan
ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha perikanan. Harga jual ikan,
selain ditentukan oleh ukuran, juga ditentukan oleh kesegarannya. Oleh karena
itu, kegagalan dalam pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada
prinsipnya, pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan
ikan selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengangkutan dalam
jarak dekat tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Akan tetapi pengangkutan
dalam jarak jauh dan dalam waktu lama diperlukan perlakuan-perlakuan khusus
untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Pada dasarnya, ada dua metode
transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem
basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
A. PENGANGKUTAN SISTEM
BASAH
Transportasi
sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua,
yaitu : Sistem Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah
terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk
mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya
dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman
diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama
pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.
(2).
Sistem Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah
tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai
kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan
lain yang tertutup.
Faktor-faktor penting
yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan, oksigen,
suhu, pH, CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (Berka, 1986).
(1).
Kualitas
Ikan
Kualitas ikan yang ditransportasikan
harus dalam keadaan sehat dan baik. Ikan yang kualitasnya rendah memiliki tingkat
kematian yang lebih tinggi dalam waktu pengangkutan yang lebih lama
dibandingkan dengan ikan yang kondisinya sehat.
(2).
Oksigen
Kemampuan ikan untuk
menggunakan oksigen tergantung dari tingkat toleransi ikan terhadap perubahan
lingkungan, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan hasil metabolisme
seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk mengukur konsumsi O2
oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu air. Jumlah O2
yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang tersedia. Jika
kandungan O2 meningkatikan akan mengkonsumsi O2 pada
kondisi stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2
oleh ikan lebih rendah dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2
yang tinggi.
(3).
Suhu
Suhu merupakan faktor
yang penting dalam transportasi ikan. Suhu optimum untuk transportasi ikan
adalah 6 – 8 0C untuk ikan yang hidup di daerah dingin dan suhu 15 –
20 0 untuk ikan di daerah tropis.
(4).
Nilai
pH, CO2, dan amonia
Nilai pH air
merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat kandungan CO2
dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air
menjadi asam selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan
hidup adalah 7 sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk
menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air selama
transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang berasal dari
eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa nitrogen oleh bakteri
pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.
(5).
Kepadatan dan aktivitas ikan selama transportasi
Perbandingan antara
volume ikan dan volume air selama transportasi tidak boleh lebih dari 1 : 3 .
Ikan-ikan lebih besar, seperti induk ikan dapat ditrasportasi dengan
perbandingan ikan dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan-ikan
kecil perbandingan ini menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga
dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih
selama transportasi. Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi,
ikan-ikan selalu berusaha melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan,
suplai darah dan oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang
cukup sbagai alternatif pengganti energi yang digunakan.
Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian
diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok selama satu hari, isi
perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari
media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1
: 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat
meningkatkan volume ikan yang diangkut.
B. Transportasi
Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media
angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan
dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga
rendah. Makin rendah metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin
rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan
untuk diangkut diluar habitatnya makin besar .
Penggunaan transportasi sistem kering
dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup
besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat
dilakukan dengan menggunkan suhu rendah,
menggunakan bahan metabolik atau
anestetik, dan arus listrik.
Pada kemasan tanpa air, suhu diatur
sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf
metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan
sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada
saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air
sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap .
PEMINGSANAN IKAN
Kondisi
pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat
yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan
rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada
ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi ..
Pemingsanan ikan
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah,
pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
1.
Pemingsanan
dengan penggunaan suhu rendah .
Metode
pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
q penurunan suhu secara langsung,
dimana ikan langsung dimasukan dalam air yang bersuhu 100 – 150C.
Sehingga ikan akan pingsan.
q Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan
diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
2.
Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Bahan
anestasi yang dapat digunakan untuk pembiusan ikan adalah :
No
|
BAHAN
|
DOSIS
|
1
|
MS-222
|
0.05
mg / l
|
2
|
Novacaine
|
50
mg / kg berat ikan
|
3
|
Barbitas
sodium
|
50
mg / kg berat ikan
|
4
|
Ammobarbital
sodium
|
85
mg / kg berat ikan
|
5
|
Methyl
paraphynol (dormisol)
|
30
mg / l
|
6
|
Tertiary
amyl alcohol
|
30
mg / l
|
7
|
Choral
hydrate
|
3-3.5
g lt
|
8
|
Urethane
|
100
mg / l
|
9
|
Hydroksi
quinaldine
|
1
mg / l
|
10
|
Thiouracil
|
10
mg / l
|
11
|
Quinaldine
|
0.025
mg / l
|
12
|
2-Thenoxy
ethanol
|
30
– 40 ml / 100 lt
|
13
|
Sodium
ammital
|
52
– 172 mg / l
|
Selain bahan-bahan
anestasi sintetik diatas pembiusan juga dapat dilakukan dengan menggunakan zat caulerpin
dan caulerpicin yang berasal
dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp.
Pembiusan ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga
kriteria, yaitu :
1
Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan
terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah
ditangani.
2.
Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya
kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.
3.
Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah
pembongkaran
Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap
yaitu :
1. Berpindahnya bahan pembius dari
lingkungan ke dalam muara pernapasan organisme
2. Difusi membran dalam tubuh yang
menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah.
3. Sirkulasi darah dan difusi jaringan
menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh
sel bergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan
sehingga bahan anestasi juga harus mudah larut dalam air dan lemak.
3.
Pemingsanan Ikan dengan Arus Listrik
Arus
listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya
12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan
tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
PENGEMASAN
Pada pengangkutan kering diperlukan
media pengisi sebagai pengganti air. Menurut Wibowo (1993), yang dimaksud
dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat
ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam
posisinya. Selanjutnya disebutkan bahwa bahan pengisi memiliki fungsi antara
lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan
suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban
memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media
pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan
kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Namun penggunaan karung goni
sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang baik. Jenis serbuk gergaji atau
serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia.Dari
bahan pengisi yaitu sekam padi, serbuk gergaji, dan rumput laut , menururt
Wibowo (1993) ternyata sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi
terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu :
q Berongga
q Mempunyai
kapasitas dingin yang memada
q Tidak
beracun, dan
q Memberikan
RH tinggi.
Media serbuk gergaji
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya.
Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan
suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di
dalamnya. Sedangkan rumput laut kurang efektif karena menimbulkan lendir dan
bau basi selama digunakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar